Dunia Terbalik Antara Riwu Ga dan Ir. Soekarno Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945

HUT RI ke-78 telah kita laksanakan dengan khidmat, Selamat Hari Ulang Tahun RI ke-78 semoga Indonesia menjadi negara yang hebat dan membawa keberkahan kepada kita semua, aamiin.

Tanggal 17 Agustus merupakan hari yang sangat spesial dan sangat besar artinya bagi Bangsa Indonesia. Kita akan teringat dengan nama-nama hebat seperti Soekarno, Hatta, Sudirman, Agus Salim, Syahrir, dan lain-lain.

Nama besarnya sudah tidak asing bagi kita, kisah heroiknya tercantum di buku-buku sejarah, foto atau posternya terpampang di dinding kantor, rumah, atau ruangan khusus. Nama besarnya menjadi idola dan aspirasi buat sebagian orang di Indonesia.

Riwu Ga | Liputan6.com

Namun dibalik kehebatan perjuangan beliau, terdapat nama yang asing didengar, sangat sedikit diulas dalam buku sejarah, dan perlu effort lebih untuk mendapatkan informasinya, akan tetapi mereka sangat berjasa dalam mengisi kemerdekaan RI.

Salah satu tokoh yang asing ditelinga, jarang tercatat dalam buku sejarah, tidak mudah menemukan referensi mengenai kisah heroiknya, namun Ia merupakan salah satu dari ribuan orang yang berjasa besar dalam merebut kemerdekaan pada saat detik-detik kemerdekaan Republik Indonesia.

Siapakah dia? Ia adalah Riwu Ga. Sekilas mengenai Riwu Ga, ia merupakan pembantu dari Soekarno yang berjasa besar menginformasikan kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat Jakarta.

========

Riwu Ga merupakan seorang pembantu (Asisten Rumah Tangga) Pak Karno. Riwu Ga lahir di Desa Depe, dekat Kota Seba di Pulau Sabu, NTT, yang terletak di batas Samudera Hindia.

Awal mula bertemu dengan Pak Karno yaitu saat Pak Karno menjalani pembuangan oleh Belanda. Pada usia 13 tahun di tahun 1934 Riwu Ga berkenalan pertama kali oleh Soekarno di Ende, Flores.

Pak Karno dalam kesulitanya di pengasingan banyak berinteraksi dan dibantu oleh Riwu Ga. Sikapnya yang rendah hati dan penuh kepatuhan pada peraturan dan etika, membuat dia dipercaya dan disayang oleh seluruh keluarga Pak Karno.

Kepatuhan dan disiplin Riwu Ga tidak diragukan lagi. Sebelum Soekarno shalat subuh selama di Ende, Riwu Ga bangun lebih dulu dan mempersiapkan segelas air putih dicampur kapur. “Biar suara Bung Karno lebih menggelegar”.

Ketika Soekarno dipindahkan ke Bengkulu, dia diikutsertakan bahkan sampai berakhir masa pembuangan dan Indonesia merdeka, Riwu Ga tetap mengabdi kepada keluarga Soekarno.

Ia memang menyimpan banyak kenangan selama 14 tahun mengikuti Bung Karno. Itulah sebabnya Bung Karno meminta penulis biografinya, Cindy Adams untuk melakukan konfirmasi semua data dan informasi pada Riwu Ga. Tak ada orang lain yang lebih dekat dengan Bung Karno pada masa-masa yang berat seperti itu, kecuali Inggit Garnasih dan Riwu Ga.

Satu-satunya upacara 17 Agustus yang pernah diikutinya adalah saat proklamasi kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta (saat ini Gedung Pola, Jalan Proklamasi Nomor 1, Jakarta Pusat).

Setelah turut mempersiapkan upacara pembacaan proklamasi, Riwu Ga diperintahkan Soekarno untuk menyebarkan berita proklamasi kemerdekaan itu ke sekeliling Jakarta. Banyak rakyat Indonesia tidak tahu bahwa negara mereka sudah merdeka, karena kemerdekaan itu ditentang banyak pihak termasuk penguasa Jepang pada kala itu.

Bersama Sarwoko yang mengemudikan mobil jeep, Riwu Ga berteriak-teriak heroik mengumumkan kepada kumpulan rakyat sambil membawa bendera berah putih.

“Kita sudah merdeka, kita sudah merdeka!”. Tindakannya sangat konyol dilakukan saat itu, karena bisa saja aparat keamanan tentara Jepang menembaknya sesuka hati.

“Kita sudah merdeka, kita sudah merdeka! Sampaikan kabar baik ini kepada orang tua kita, suami, istri, anak-anak, tetangga!!!”

Riwu Ga melambai-lambaikan bendera sepanjang jalan. Berhenti di tempat-tempat ramai seperti pasar, kerumunan, gang, pemukiman dan lain-lain. Rakyat berjubel melihat Riwu Ga, mereka ingin tahu apa yang diteriakan oleh beliau. Rakyat Jakarta pun riun meyambut kemerdekaan Indonesia.

Perjuangan heroik Riwu Ga itu membuat banyak rakyat Jakarta percaya bahwa Indonesia sudah merdeka. Berita proklamasi kemerdekaan Indonesia, perlahan tapi pasti tersebar ke seluruh pelosok negeri.

Sayang di masa tuanya garis tangan Riwu Ga, berbalik 360 derajat dari Pak Karno. Di usia senjanya, Riwu Ga memang menghilang dari panggung gemerlap kemerdekaan. Dia menyingkir jauh ke Naikoten kemudian pindah ke Nunkurus di Kabupaten Kupang.

Beberapa tahun kemudian bersama istrinya Belandina, Riwu Ga meniti hidup sebagai petani di Nunkurus, tepat di sebuah area pertanian yang dipadati gewang dan jati, di depan markas TNI Naibonat.

Pada malam harinya Riwu Ga menjadi seorang penjaga malam pada kantor Dinas PU Kabupaten Ende hingga pensiun pada tahun 1974. Riwu Ga tak pernah diundang hadir dalam upacara HUT Proklamasi, karena dia hanya orang kecil yang tak dikenal dan lokasinya pun jauh dari Pusat Kota.

Semasa tuanya Riwu Ga sakit-sakitan, ia mengeluh sering sakit di bagian perut. Ia pun dimasukan ke RSU Kupang selama hampir dua minggu, pelayanannya pun menggunakan ruang kelas tiga.

Tepat pukul 17.00 Wita Riwu Ga meninggal dunia, di hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1996, ketika masyarakat Indonesia sedang menyanyikan lagu Indonesia Raya, dalam prosesi penurunan bendera.

Riwu Ga menutup matanya ketika Merah Putih benar-benar sudah diturunkan oleh pasukan pengibar bendera. Akhir hidup yang luar biasa, dengan tanggal dan jam yang sempurna, walaupun perjuangan beliau tidak banyak orang yang mengetahuinya.

Jenazah beliau dimakamkan di TPU Kapadala, Kelurahan Airnona, Kecamatan Kota Raja, Kupang pada 19 Agustus 1996. Walaupun sepi pemeritaan, walaupun jauh dari ibu kota, walaupun namanya tidak terpampang dalam buku sejarah namun jasa-jasa beliau kita rasakan saat ini.

Terima kasih Riwu Ga, terima kasih para pejuang Indonesia.

Post a Comment